JellyPages.com

Saturday, November 30, 2013

Aku Bangga Memakai Jilbab dan Melihat Wanita Berjilbab

Wanita = Muslimah
 
Seorang wanita sempurna seperti setangkai mawar berduri ..

Dan kesempurnaan mawar adalah pada durinya ..
 
Namun terkadang orang menganggap duri pada mawar menganggu, merusak bahkan mengurangi keindahan kelopak mawar ..
 
Padahal justru dengan duri itulah setangkai mawar menjadi 
1. Sempurna
2. Terjaga
3. Terlindungi, dan
4. Tak dipetik sembarang orang
 
Mawar adalah wanita ..
 
Sedangkan duri pada mawar adalah aturan yang melekat dari ALLAH bagi seorang wanita ..

Muslimah dan Shalat di Awal Waktu

Masih dari AntiLiberalNews - 

Tema kali ini adalah “shalat di awal waktu”. Ah, tentu saja, bagi muslimah yang sudah lama ngaji, kajian mengenai hal ini sudah lewat. Tapi tak masalah, kajian Islam, sesederhana apapun tidak ada yang kadaluarsa. Semuanya akan tetap fresh dan bermanfaat karena semuanya adalah nasihat.

Mengapa temanya shalat di awal waktu? Untuk wanita, ada sesuatu yang patut dikhawatirkan mengenai hal ini. Begini, yang disuruh berjamaah di Masjid hanya kaum lelaki. Nah, oleh karenanya kaum lelaki sering terbantu dengan adzan dan keharusan berjamaah hingga dapat menjalankan shalat di awal waktu. Mereka jadi terbiasa menghentikan pekerjaan saat adzan kemudian berangkat ke masjid agar tidak tertinggal jamaah. Sementara itu, kaum wanita menjalankan shalat di rumah karena itulah yang lebih utama, meski ke masjid juga tak dilarang. Mereka masih bisa menunda shalat barang sebentar dan melanjutkan pekerjaan.

Celah inilah yang biasa dimanfaatkan setan untuk menggoda wanita agar menunda shalatnya, tanpa udzur (alasan) yang dibenarkan. Dari menunda seperempat jam, setengah jam sampai menunda shalat hingga penghujung waktu, dan menunda shalat pun jadi kebiasaan. Jika setan sukses, akibatnya bisa gawat. Kebiasaan menunda shalat dari awal waktunya akan membuat kepekaan terhadap adzan menurun. Adzan tak lagi menjadi alarm bahwa ia harus segera berhenti beraktifitas dan segera shalat. Pasalnya, antara adzan dan pelaksanaan shalat yang biasa dilakukan, rentang waktunya cukup jauh. Ini seperti alarm yang berbunyi satu jam sebelum waktu yang diinginkan; tetap kaget terjaga tapi tidak membuat kita segera bangun, lalu tidur kembali.

Dan yang akan jadi kandidiat utama untuk shalat yang sering dikerjakan di akhir waktu adalah shalat shubuh. Pasalnya, menunda bangun untuk shubuh dengan memejamkan mata lagi berpeluang besar kebablasan. Maksud hati mengandalkan suami atau ayah untuk membangunkan sepulang shubuhan, apa daya, ternyata mereka baru pulang satu jam kemudian karena dzikir shobah-nya panjang, ada kajian atau ngobrol dengan teman. Akibatnya, bangun kesiangan.

Memang sih, shalatnya masih tetap diterima. Tapi ada pahala dan keutamaan yang hilang yakni keutamaan shalat di awal waku.

Dari Ummi Faurah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Amal apa yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Shalat di awal waktu.’” (HR. Ahmad, Abu Daud dan an Nasa’i)
Tidak perlu dipermasalahkan kalau memang mengakhirkan shalat di akhir waktu hanya akan membuat seseorang kehilangan amal utama. Sayangnya, perbuatan ini dikategorikan perbuatan tidak baik dan menurut al Imam Ibnu Katsir, terbiasa menunda shalat hingga akhir waku termasuk perbuatan melalaikan shalat dan diancam ayat;
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un: 4-5)
Makna melalaikan shalat juga mencakup tidak melaksanakan syarat dan rukun shalat dengan baik serta tidak khusyu’. Apabila ketiga sifat ini menyatu; shalatnya sering di akhir waktu, dikerjakan tidak sesuai rukun dan syaratnya serta nihil dari kekhusyu’an, itulah shalatnya orang munafik. Seperti yang disebutkan dalam hadits;
“Itulah shalat munafiq. Dia duduk menunggu matahari dan jika matahari sudah berada dia antara dua tanduk setan (hampir tenggelam), dia bangun lalu mematuk empat kali (shalat ashar dengan sangat cepat) dan tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik)

Lebih mengerikan lagi, ayat berikut ini juga menjadi ancaman;
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyikan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Imam Said bin al Musayib berkata, “Yang dimaksud menyia-nyiakan shalat adalah tidak melaksanakan shalat melainkan setelah waktu ashar tiba, shalat ashar sampai waktu maghrib tiba, shalat isya’ sampai waktu fajar tiba dan shalat shubuh sampai terbit matahari. Barangsiapa yang terus menerus seperti itu dan tidak taubat, Allah mengancamnya dengan “Ghoy” yaitu lembah di Jahannam yang dalam lagi busuk baunya.” (Kitab al Kabair, Imam adz Dzahabi; 1/17)

Masih dalam kitab al Kabair, Imam adz Dzahabi menyertakan kisah berikut;
Salah seorang salaf pernah menceritakan bahwa ia pernah menguburkan saudarinya yang meninggal dunia. Ia mendapati ada sebuah kantung berisi uang yang terjatuh dari kerandanya. Ia pun membiarkan kantung itu turut terkubur. Saat pulang, ia teringat kantung itu dan kembali lagi ke kuburan saudarinya lalu menggali kuburnya. Namun, ia tiba-tiba melihat api yang menyala dari dalam kubur. Ia pun menimbun lagi kubur tersebut, dan kembali ke rumah dalam keadaan sedih. Dia berkata pada ibunya, “Wahai ibu, beritahukanlah kepadaku perihal saudariku, apa gerangan yang dikerjakannya saat hidup?” Ibunya berkata, “Kenapa kamu bertanya tentang dia?” Ia menjawab, “Wahai Ibu, aku melihat nyala api di kuburnya.” Ibunya pun menangis dan berkata, “Wahai anakku, kakakmu dulu selalu meremehkan shalat dan melalaikannya hingga waktu shalat habis.”

Nah, para muslimah hendaknya kita berhati-hati dan selalu berusaha menjalankan shalat di awal waktu. Akan sangat bagus jika saat iqamat dikumandangkan, anda juga shalat. Dengan begitu, seakan anda melaksanakan shalat ‘berjamaah’ bersama seluruh kaum muslimin di zona waktu sama, meskipun bukan berjamaah dalam arti sesungguhnya. Dengan selalu menjaga shalat di awal waktu, ada dua keutamaan yang bakal didapat; pahala besar juga terbebas dari salah satu sifat kemunafikan. Wallahu a’lam.


(*Dikutip dari artikel Muslimah dan Shalat di Awal Waktu, Majalah Ar-Risalah edisi April 2012)

Tips Mengajak Muslimah Berjilbab

Artikel ini diambil dari http://antiliberalnews.com

Bagaimana cara menyikapi para muslimah yang belum sempurna menutup auratnya?

1. Bijak Menyikapi Kekurangan Orang Lain
Bagaimana mengajak saudara, teman, dan para muslimah di sekitar kita berjilbab? Atau setidaknya, bagaimana cara menyikapi para muslimah yang belum sempurna menutup auratnya? Sebelum menjawab semua itu, kita mencoba mengupayakan bagaimana kiat untuk bijak menyikapi kekurangan orang lain.

Pertama, Bersyukur kepada Allah SWT, jika kita tak memiliki kekurangan yang serupa dengan orang yang kita saksikan kekurangannya. Sesungguhnya, kita terhindar dari kekurangan itu pun pada hakekatnya adalah karunia-Nya.

Kedua, Berlindung kepada Allah SWT dari memiliki kekurangan yang serupa. Jika bukan karena perlindungan Allah, belum tentu kita terhindar dari keadaan semacam itu.

Ketiga, Doakan orang yang memiliki kekurangan agar berubah menjadi lebih baik. Doakan pula orang yang berbuat salah agar dibimbing Allah bertaubat dan memperbaiki diri.

Keempat, Sampaikan dakwah kepadanya. Informasikan manfaat setiap amal yang kita perbuat. Informasikan kerugian dan dampak buruk yang dialami oleh diri kita sendiri, juga oleh orang di sekitar kita akibat dari apa yang kita perbuat. Bisa jadi seseorang berbuat salah, karena belum mengetahui hal itu salah atau belum tahu akibat buruk perbuatannya.

Kiat diatas dapat digunakan bila melihat para muslimah yang cara berpakaiannya atau cara berhijabnya masih belum sempurna, misalnya;

Pertama, jika kita telah sempurna menutup aurat, maka bersyukurlah kepada Allah. Jangan sampai kita menjadi ujub (bangga diri) dan sombong (merasa diri lebih baik atau lebih shalehah). Sesungguhnya, kita bisa menutup aurat dengan baik karena rahmat dan karunia Allah. Jika Allah tidak membimbing, belum tentu kita berbuat lebih baik.

Kedua, Senantiasa berlindung kepada Allah dari cara berpakaian yang tak disukai-Nya. Ini kisah nyata, saya pernah melihat seorang muslimah yang pakaiannya sangat terjaga, kemudia ia memperbincangkan sekelompok muslimah yang pakaiannya belum sempurna. Sayangnya, tak berapa lama, ia pun berpakain seperti para muslimah yang ia perbincangkan. Artinya, bila tidak berlindung kepada Allah, bisa saja suatu saat kita enggan menyempurnakan penutup aurat kita. Naudzubillahi mindzalik.

Ketiga, Doakan saudara kita yang belum sempurna cara menutup auratnya agar segera menyempurnakannya. Jangan sampai kita menyebarkan aib dan ghibah, karena semua itu tidak membuat menjadi bertaubat atau menjadi lebih baik. Bahkan perbuatan itu hanya menambah dosa bagi kita.

Keempat, Informasikan terhadap para muslimah yang belum menutup aurat dengan sempurna tentang manfaat memakai jilbab dengan benar. Dalam menginformasikan, kita bisa menggunakan kiat-kiat yang pernah disampaikan Aa Gym, seperti kita untuk sebuah perubahan dengan 3 M nya (Mulai dari diri sendiri, Mulai dari yang terkecil, Mulai saat ini juga), serta kiat berdakwah dengan menggunakan formula 3 A (Aku bukan ancaman bagimu, Aku menyenangkan bagimu, dan Aku bermanfaat bagimu).
“Jangan tergesa-gesa menyalahkan mereka, ini justru hutang kita kepada mereka. Bisa jadi, hal ini justru kesalahan kita akibat kelalaian kita dalam beramar ma’ruf.”
 
2. Menyampaikan Ilmu
Orang-orang yang lahir di lingkungan baik, tentu tata nilainya tidak sama dengan orang-orang yang lahir di lingkungan yang kurang baik. Begitu pula para muslimah lahir di lingkungan kurang kondusif, mungkin tak pernah merasa malu dan bersalah jika auratnya tak tertutup sempurna, karena sejak kecil tidak terbiasa melihat para wanita di lingkungan keluarganya menutup aurat dengan baik.

Berbeda dengan wanita yang lahir di lingkungan moralis, misalnya di lingkungan para pendidik, pesantren, atau di lingkungan orang-orang saleh , maka ia akan merasa malu, terhina dan merasa bersalah jika auratnya tak terjaga.

Upaya amar ma’ruf nahyi munkar harus dimulai dengan penyampaian ilmu. Paksaan untuk melakukan kebaikan boleh dilakukan jika ilmu telah disampaikan dengan upaya maksimal.

Ambil contoh, suatu saat pernah ada seorang mualaf yang ingin masuk islam, tapi tidak mau melaksanakan shalat, kemudian Rasul SAW membiarkannya masuk Islam dan tidak memaksanya melaksanakan shalat. Setelah ia memahaminya, seiring bertambahnya ilmu dan pengalaman yang dilaluinya, akhirnya ia mau mengerjakan shalat.

Jika tidak, maka kita bagai memaksa orang yang tidak bisa berenang untuk mencapai tempat tujuan dengan berenang. Bagaimana mungkin ia bisa sampai di tujuan, bila tidak bisa berenang. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengajarinya berenang agar tahu bagaimana cara mengambang, bergerak, dan berjalan di permukaan air, kemudian ia harus gigih berlatih secara sistematis dan berkesinambungan.

Jika ia sudah pandai berenang, tapi tidak mau menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mencapai tujuan itu, barulah dia boleh dipaksa.Kalau kita masih menyaksikan banyak para muslimah yang belum sempurna menutup auratnya, pertanyaannya adalah sejauh mana kita telah mensosialisasikan dan membuat mereka paham tentang bagaimana cara berpakaian yang paling disukai Allah.

Oleh karena itu, jangan tergesa-gesa menyalahkan mereka, ini justru hutang kita kepada mereka. Bisa jadi, hal ini justru kesalahan kita akibat kelalaian kita dalam beramar ma’ruf, hingga hak mereka untuk mendapatkan ilmu tertahan oleh kemalasan dan keenganan kita berdakwah.

Selain itu, setiap orang juga harus melakukan instropeksi diri, ”Seberapa banyak ilmu yang sudah saya dapatkan, hingga sejauh mana saya harus mengamalkan ilmu yang telah saya dapatkan itu?” atau, “Apakah karena ilmu saya memang masih sangat sedikit, hingga belum mau menggunakan penutup aurat yang sempurna?” Jika demikian, maka carilah ilmu sebanyak-banyaknya untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana cara berpakaian yang paling disukai Allah.

Bagaimana seharusnya para muslimah menutup auratnya? Setidaknya sebagai berikut. Pertama, tertutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan (untuk menutupi permukaan yang termasuk aurat). Kedua, tidak transparan (untuk menghilangkan penampakannya). Ketiga, tebal, artinya tidak tipis (untuk menghilangkan bentuk aurat). Keempat, warna tidak terlalu mencolok atau terlalu banyak hiasan (agar tidak terlalu menarik perhatian lelaki yang bukan mahram). Kelima, hindari wewangian yang terlalu semerbak.

Semoga Allah Yang Mahaagung mengaruniakan rasa syukur pada diri kita dan melindungi kita dari berpakaian yang tak disukai-Nya.
“Menyampaikan ilmu atau menganjurkan kebaikan kepada orang lain itu ibarat mengepel lantai sebuah ruangan.”
 
3. Awali dari diri
Dalam sebuah diskusi, seorang peserta yang belum berjilbab mengungkapkan isi hatinya sebagai berikut. Ia memiliki seorang teman yang sudah berjilbab dan sering mengajaknya mengenakan jilbab. Tapi, muslimah yang sudah berjilbab ini akhlaknya kurang baik, dia masih kurang menjaga hijab dengan lawan jenisnya, bahkan dia masih suka berpacaran dan seringkali menunjukkan sikap yang kurang baik.

Akhirnya, ia memilih untuk tidak berjilbab asalkan bisa menjaga dirinya, dari pada berjilbab tapi akhlaknya masih buruk. Bahkan, seringkali dia antipati melihat wanita berjilbab yang belum dikenalnya.

Artinya, setiap kali kita akan berdakwah, bertanyalah pada diri, “Apa yang akan saya sampaikan sudah sesuai atau belum dengan apa yang saya lakukan?” atau setidaknya, “Apakah saya sudah berupaya secara maksimal untuk mengamalkan apa yang akan saya sampaikan?” atau, “Apakah perbuatan dan akhlak saya sudah mendukung apa yang akan saya sampaikan?”

Menyampaikan ilmu atau menganjurkan kebaikan kepada orang lain itu ibarat mengepel lantai sebuah ruangan. Diri kita itu ibarat lap pel, sedangkan yang orang lain itu ibarat lantai. Lap pel harus bersih, jika tidak, maka ruangan itu akan bertambah kotor. Bayangkan, bila kita mengepel lantai kamar kita dengan lap pel bekas mencuci kotoran. Hasilnya, bukan membersihkan kamar, tapi malah mengotorinya

Begitupula halnya dengan kasus diatas. Karena muslimah berjilbab yang mengajaknya itu belum sanggup memberikan contoh yang nyata buat temannya, maka akhirnya temannya itu bukannya segera ingin berjilbab, tapi malah mendapatkan citra yang tidak tepat tentang wanita berjilbab. Akhirnya, dakwahnya bukannya membuat temannya menjadi berubah menjadi lebih baik, tetapi malah membuatnya makin jauh dari pemahamannya tentang islam, bahkan mungkin makin jauh dari Allah. Karenanya, awalilah dari diri sendiri.Sering juga timbul pertanyaan, “Mana yang lebih baik, wanita yang berjilbab tapi akhlaknya buruk atau wanita yang belum berjilbab tapi akhlaknya lebih terjaga”.

Kita jadi teringat kisah Buya Hamka ketika beliau ditanya seseorang, “Buya, saya memiliki tetangga, yang satu seorang insinyur yang tidak suka shalat tetapi akhlaknya baik. Yang satunya lagi seorang haji yang suka shalat, tetapi akhlaknya buruk. Mana yang lebih baik diantara mereka?”
Beliau menjawab, “Insinyur itu, belum suka shalat saja akhlaknya sudah baik, apalagi kalau beliau rajin shalat. Sedangkan Pak Haji itu, syukur beliau suka shalat. Kalau tidak suka shalat, mungkin akhlak beliau lebih buruk dari itu.”

Kisah ini bisa kita analogikan untuk pertanyaan diatas. Akhwat yang belum berjilab itu, belum berjilbab saja akhlaknya sudah baik, apalagi kalau dia sudah bejilbab. Akhwat yang sudah berjilbab itu, syukur dia sudah berjilbab. Jika tidak, sudah akhlaknya kurang baik, tidak berjilbab juga.

Konon, disekitar Masjidil haram ada para wanita amoral yang bercadar. Tentu, tidak logis sama sekali jika kita langsung antipati melihat wanita bercadar. Kalau kita bandingkan, jumlah wanita shalehah yang berjilbab jauh lebih banyak dibandingkan wanita shalehah yang belum berjilbab.

Pakaian memang bukan satu-satunya alat ukur untuk menentukan kemuliaan akhlak seseorang. Muslimah yang pakaiannya sempurna belum tentu akhlaknya baik, tetapi muslimah yang berakhlaq baik pasti akan makin sempurna cara menutup auratnya. Makin sempurna cara akhwat menutup aurat, makin tinggi peluang akhwat berakhlak baik. Sebaliknya, makin tidak sempurna cara akhwat menutup auratnya, makin tinggi peluang akhwat berakhlak buruk.

Jadi, kalau ada akhwat yang sudah berjilbab tetapi akhlaknya kurang baik, maka solusinya adalah ia harus memperbaiki akhlaknya, bukan berarti ia harus melepaskan atau mengurangi kesempurnaannya berhijab.

Sebaliknya, bila ada akhwat akhlaknya baik tetapi belum berjilbab, maka ia tetap harus menyempurnakan hijabnya, karena meyempurnakan hijab adalah kewajiban setiap muslimah.
Jadi, kiat untuk mengajak para muslimah berjilbab setidaknya adalah, pertama, bijjak menyikapi kekurangan mereka. Kedua, sampaikan ilmu kepada mereka. Ketiga, awali dari diri.


Wallahu‘alam bishawab

Sumber: KabarIslam

30 November 2013 - "Curhat Wanita Penganut Kristen : Hijab Gone Wrong"

Assalamualaikum ..
Afwan baru kembali lagi ke dunia blogger ..
Setelah vakum hampir sebulan .. (red: lebay)

Hari ini dapet share banyak banget ..
Ada tentang kegiatan Peduli Jilbab, Kekerasan di Universitas Malang ..

Dan yang paling kena share dengan judul :

"Curhat Wanita Penganut Kristen : Hijab Gone Wrong"

AntiLiberalNews -

Hari ini gue pergi ke sebuah mall bergengsi di kawasan Jakarta Pusat untuk ketemuan sama temen kuliah gue. Jarang-jarang gue pergi ke mall itu di akhir minggu kayak hari ini, karena asumsi gue: pasti rame. Asumsi gue bener. Hari ini, mall itu penuh banget sama bule-bule. Gue ketemu sama temen kuliah gue, ngobrol sambil makan, terus gue pulang. Gue pulang lewat toko buku yang liftnya ngehubungin mall dengan salah satu gedung perkantoran dan gedung itu lebih deket ke halte busway. Pas gue lagi nunggu lift, gue ngeliat ada cewek pake hijab modifikasi yang menurut gue bikin dia keliatan kayak pake sarang lebah. Bayangin aja dia pake hijab dua rangkap, rangkap pertama dibikin jadi kayak rambut, rangkap kedua modelnya agak transparan gitu warna biru tua terus dililit-lilitin di kepalanya dengan aksen berantakan. Buat gue sih keliatannya jadi kayak sarang lebah.

Sepanjang perjalanan pulang, gue terus mikirin fenomena hijab ini, sampe gue sempet ngetwit beberapa pendapat gue. Tapi kayaknya kok nggak afdol ya kalo cuma disampein lewat Twitter, enaknya kalo nyerocos panjang lebar sekalian di blog. Jadilah gue berusaha mengingat poin-poin apa yang mau gue tulis di blog malam ini. Semoga bisa jadi refleksi buat kalian semua, pembaca blog gue yang berhijab atau mau pake hijab.

Nggak dipungkiri lagi, mode hijab sekarang lagi ngetren banget di Indonesia. Buat gue yang minoritas, kerasa banget lho perbedaannya. Selama 4 tahun kuliah aja, entah berapa temen gue yang memutuskan untuk pake hijab. Kemanapun gue pergi, naik apapun gue, selalu ada anak muda yang berhijab. Gue sih menyambut perubahan ini sebagai sesuatu yang bagus, karena lihat dari segi positifnya sih akhirnya banyak wanita Muslim yang mau menutup sesuatu yang disebut aurat di agama mereka. Diharapkan setelah pake hijab, kelakuan wanita Muslim juga lebih ke arah Muslim dan jadi contoh yang baik untuk masyarakat.

Tapi walaupun sepositif-positifnya gue, tetep aja gue ngerasain banyak banget dampak negatif dengan mode hijab ini. Bukan negatif secara agama, tapi negatif secara image. Gue ngerasa, hijab yang belakangan ini jadi mode, lama-lama malah dianggap sebagai aksesori semata. Kesan kesucian agamanya hilang karena makin banyak hijab yang dimodel-modelin. Ya mulai dari punuk unta lah (ini model hijab yang paling gue sebel, emang enak ya ada cepolan tinggi di atas kepala lo?), bentuknya kayak rambut lah, macem-macem deh, gue sendiri juga nggak tau nama-nama modelnya apa karena ya emang nggak pernah pake hahahaha! Mungkin modifikasi hijab ini dilakukan untuk menarik wanita Muslim untuk berjilbab, dengan pemikiran hijab bisa keliatan update dan bisa menjawab keresahan wanita Muslim yang pengen berhijab tapi takut nggak bisa keliatan modis lagi. Tapi gue nggak setuju tuh sama pemahaman kayak gini karena lama-lama laju modifikasi hijab terkesan makin nggak beraturan dan jadi nggak sesuai dengan norma-norma agama Islam yang ada. Ya harus sesuai norma Islam dong, itu kan perangkat agama. Daripada hijab dijadiin komoditas mode, sekalian aja pake headscarf ato turban! Sama-sama penutup kepala dan bisa dibikin modis kan?

Contohnya aja deh. Misalnya beberapa tahun lagi selain tren hijab akan ada tren pake kalung salib atau hal-hal yang berkaitan dengan salib kayak kaos gambar salib, gelang dengan bandul salib, dan lain sebagainya. Gue, sebagai orang Kristen, pasti suka, karena gue ngerasa lambang agama gue diterima di masyarakat luas. Tapi gue akan jadi sebel kalo makin banyak orang yang menyalahgunakan pemakaian gambar salib, kayak misalnya muncul motif salib terbalik (yang di agama gue adalah simbol dari Antikristus), atau salib yang dimacem-macemin modelnya, sehingga esensi kesucian dari salib itu hilang. Lama-lama orang pake ornamen salib bukan untuk semakin mengimani agamanya, tapi untuk gaya-gayaan. Nah, ini yang gue rasakan terhadap laju mode hijab yang makin lama makin cepat ini. Perempuan Muslim lama-lama pake hijab bukan sebagai tanda patuh terhadap perintah agama, tapi cuma karena hijab lagi ngetren. Nanti kalo suatu saat tren hijab ilang, lalu mau diapain dong cewek-cewek Muslim yang pake hijab cuma buat aksesoris doang? Masa disuruh lepas hijabnya?

Maafkan gue, tapi gue masih berpikir bahwa lo pake hijab kalo lo merasa siap. Siap untuk apa? Siap untuk berpakaian sederhana, siap untuk nahan diri pamer badan lo ke masyarakat, siap untuk menjalankan hidup yang nggak sepenuhnya duniawi. Bahasa gampangnya? Siap mengerem diri pake celana skinny jeans dan baju ketat. Siap menolak kalo ditawari ngerokok atau minum. Kalo di agama Katolik, gue menganalogikan cewek yang siap pake hijab itu kayak cewek yang memutuskan untuk jadi biarawati. Kesamaannya terletak di kewajiban untuk menjalankan hidup sederhana. Tapi masalahnya banyak cewek jaman sekarang yang pengen keliatan mewah padahal pake hijab. Yeeee, lu harus milih salah satu… karena pada dasarnya hijab itu menutup aurat lu dan menutup semua kekayaan lu supaya nggak dilihat dunia…

Padahal, kalo aja cewek-cewek itu mau nyari tau lebih banyak, ada kok cara-cara pake hijab yang sederhana tapi masih keliatan rapi dan mewah. Mewah itu nggak perlu jadi kayak toko perhiasan berjalan kok. Lo punya temen cewek yang bajunya sederhana tapi keliatan rapi dan mewah? Nah, tanyain caranya sama dia. Dengan pemilihan warna dan bentuk baju yang tepat untuk badan kita (tanpa harus ngeliatin lekuk tubuh), kita bisa keliatan rapi, sederhana tapi mewah dengan hijab yang (kata ustad) syar’i. Actually you can have the best of both worlds, you just gotta work more to achieve it.

Udah ah, sekarang gue mau menyerahkan semuanya ke kalian. Pilih keputusan berhijab karena memang keputusan dari hati atau cuma pengen ikut-ikutan aja? Beneran siap nggak pake hijab? Karena hijab itu bukan sekedar tren. Modifikasi hijab memang lagi tren, tapi esensi dari hijab sendiri adalah sebagai alat agama. Suatu saat nanti bisa jadi hijab kembali ke bentuk dasarnya. Jangan sampe buta dan nggak bisa ngebedain tren dengan perangkat agama. Pikir juga, apa yang akan lo lakuin kalo tren modifikasi hijab lenyap dimakan waktu? Bakal tetep pake hijab atau malah lepas hijab karena udah nggak tren lagi? []


Sumber: Muslimahzone/kurisetaru

Friday, November 8, 2013

Shalihat ..Cantik itu Apa Sih ???




Bismillah ...


Pada awalnya sudut pandang dan makna setiap orang tentang kata “Cantik” pasti akan berbeda ..
Apakah orang mengenal kita hanya sebatas cantik fisik saja ?? Atau mereka mengenal kita dengan perilaku/sikap/akhlak yang mempercantik kita sebagai kaum wanita atau muslimah ..

Sebagai Muslimah kita dituntut untuk mengindahkan amanah yang dititipkan ALLAH SWT .. Karena sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita solehah .. Benerkan ?? :D ..

Hal ini menunjukan bahwa Cantik itu perlu dibangun dan bukan dinilai hanya dari fisik semata .. Cantik secara fisik hanya dijadikan bonus dari banyaknya keindahan dalam kecantikan yang Allah ciptakan ..

Lalu kecantikan seperti apa yang diinginkan oleh ALLAH ?? Jawaban tepatnya adalah ........


Hijabkan dirimu dengan niat untuk mendapatkan ridha ALLAH semata (bukan untuk menarik perhatian banyak orang) .. Karena dengan penampilan yang berhijab, bukan hanya cantik fisik yang didapat, namun kecantikan dari dalam pun akan terpancar (inner beauty) ..

Wanita yang berhijab pasti akan malu jika berbuat hal-hal yang buruk, wanita berhijab akan terus merasakan Allah dekat dengannya, karena hijab juga berfungsi sebagai pelindungmu di dunia ..


Subhanallah 
ALLAH itu Maha Adil ...

Kecantikan fisik itu hanyalah menjadi pelengkap, tapi kecantikan yang utama bisa membuat pandangan orang terhadap kita menjadi baik dan positif ..
Ketika waktu terus berjalan kecantikan fisik mudah untuk dilupakan dan seiring berjalannya waktu itupun akan pudar dimakan usia yang bertambah ..
Akan tetapi jika kita memiliki akhlak dan kepribadian yang baik bukan tidak mungkin  kecantikan akan tetap ada dan selalu melekat di hati yang mengenalnya (InsyaALLAH) ..