Ibu, ayah … lewat berbaktipadamu lah jalan menuju surga Rabbku.
Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ
مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ
الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya
, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda
, ”
(Sungguh
hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau
salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak
masuk surga.”(HR. Muslim)
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada
murka orang tua.” (Adabul
Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika
sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam)
Jasa Orang Tua Begitu Besar
Sungguh,
jasa orang tua apalagi seorang ibu begitu besar. Mulai saat mengandung,
dia mesti menanggung berbagai macam penderitaan. Tatkala dia melahirkan
juga demikian. Begitu pula saat menyusui, yang sebenarnya waktu
istirahat baginya, namun dia rela lembur di saat si bayi kecil kehausan
dan membutuhkan air susunya. Oleh karena itu, jasanya sangat sulit
sekali untuk dibalas, walaupun dengan memikulnya untuk berhaji dan
memutari Ka’bah.
Dari Abi Burdah,
ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di
sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu
bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟ قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ
Orang itu lalu berkata
, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab
, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrod no. 11. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)
Berbakti pada Orang Tua adalah Perintah Allah
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra’: 23)
Dalam
beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada orang
tua dengan mentauhidkan-Nya dan larangan berbuat syirik. Ini semua
menunjukkan agungnya amalan tersebut. Allah
Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An Nisa’: 36)
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“
Katakanlah:
“Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al An’am: 151)
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ
بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ (14)
“
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 13-14)
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا
وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى
إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al Ahqaf: 15)
Pujian Allah pada Para Nabi karena Bakti Mereka pada Orang Tua
Perhatikanlah firman Allah
Ta’ala tentang Nabi Yahya bin Zakariya
‘alaihimas salam berikut,
وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا
“
Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Begitu juga Allah menceritakan tentang Nabi Isa
‘alaihis salam,
قَالَ
إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا
بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32)
“
Berkata
Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil)
dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; berbakti
kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi
celaka.” (QS. Maryam: 30-32)
Amalan yang Paling Dicintai oleh Allah adalah Berbakti pada Orang Tua
Kita dapat melihat pada hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
سَأَلْتُ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ
قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ
اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى
“Aku bertanya pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah
‘azza wa jalla?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘
Kemudian apa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘
Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Berjihad di jalan Allah’.”
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi,
pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bakti pada Orang Tua Akan Menambah Umur
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“
Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (
dengan kerabat).”
(HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib
mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi, yaitu hasan dilihat dari
jalur lainnya)
Di antara Bentuk Berbakti pada Orang Tua
[1] Menaati perintah keduanya selama bukan dalam perkara yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“
Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَطِعْ أَبَاكَ مَا دَامَ حَيًّا وَلاَ تَعْصِهِ
“
Tatatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperinahkan untuk bermaksiat.” (HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanadnya hasan)
[2] Mendahulukan perintah mereka dari perkara yang hanya dianjurkan (sunnah).
Sebagaimana
pelajaran mengenai hal ini terdapat pada kisah Juraij yang didoakan
jelek oleh ibunya karena lebih mendahulukan shalat sunnahnya daripada
panggilan ibunya. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
[3]
Menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia di hadapan keduanya, di
antaranya adalah dengan tidak mengeraskan suara di hadapan mereka.
Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata bahwa Ibnu Umar pernah bertanya
, “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya ingin”, jawabku
. Beliau bertanya
, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabku
. Beliau berkata
, “Demi Allah, sekiranya engkau
berlemah lebut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya,
sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa
besar.”(Adabul Mufrod no. 8. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di antara akhlaq mulia lainnya terdapat dalam hadits berikut. Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa
Abu Hurairah pernah melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya,
مَا هَذَا مِنْكَ ؟ فَقَالَ: أَبِي. فَقالَ: ” لاَ تُسَمِّهِ بِاسْمِهِ، وَلاَ تَمْشِ أَمَامَهُ، وَلاَ تَجْلِسْ قَبْلَهُ
“Apa hubungan dia denganmu?” Orang itu menjawab,
”Dia ayahku.” Abu Hurairah lalu berkata,
“Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan namanya saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk sebelum ia duduk.” (Adabul Mufrod no. 44. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)
[4] Menjalin hubungan dengan kolega orang tua.
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan kolega ayahnya.” (HR. Muslim)
[5] Berbakti kepada kedua orang sepeninggal mereka adalah dengan mendo’akan keduanya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
تُرْفَعُ
لِلْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ. فَيَقُوْلُ: أَيِّ رَبِّ! أَيُّ
شَيْءٍ هَذِهِ؟ فَيُقَالُ: “وَلَدُكَ اسْتَغْفَرَ لَكَ
“Derajat seseorang bisa terangkat setelah ia meninggal. Ia pun bertanya,
“Wahai Rabb, bagaimana hal ini bisa terjadi?” Maka dijawab
,”Anakmu telah memohon ampun untuk dirimu.”(Adabul Mufrod, no. 36. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan secara sanad)
Ibu Lebih Berhak dari Anggota Keluarga Lainnya
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ
ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » .
قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘
Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘
Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘
Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘
Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi
rahimahullah
mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik
kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu
adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya.
Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang
dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya.
Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika
menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa.” (
Syarh Muslim 8/331)
Dosa Durhaka pada Orang Tua
Abu Bakrah berkata,
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ
وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا
حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab
, “Mau, wahai Rasulullah.”Beliau lalu bersabda
, “(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata),
“Dan juga ucapan (sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati)
, “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Bakroh berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di
dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]- daripada
perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan
orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di antara Bentuk Durhaka pada Orang Tua
’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,
إبكاء الوالدين من العقوق
”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”
Mujahid mengatakan,
لا ينبغي للولد أن يدفع يد والده إذا ضربه، ومن شد النظر إلى والديه لم يبرهما، ومن أدخل عليهما ما يحزنهما فقد عقهما
“Tidak
sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin
memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang
anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam.
Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah
mendurhakai keduanya.”
Ka’ab Al Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,
إذا أمرك والدك بشيء فلم تطعهما فقد عققتهما العقوق كله
“Apabila
orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam
maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah
melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (
Birrul Walidain, hal. 8, Ibnul Jauziy)
Hati-hatilah dengan Do’a Jelek Orang Tua
Abu Hurairah berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ
دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ
الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ
وَلَدِهِمَا
“Ada tiga jenis doa yang mustajab
(terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa
orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Semoga
Allah memudahkan kita berbakti kepada kedua orang tua, selama mereka
masih hidup dan semoga kita juga dijauhkan dari mendurhakai keduanya.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.