Kisah Pernikahan Lelaki Kaya dan Tampan dengan Wanita Gemuk, Hitam dan Tidak Cantik
Mencintai seseorang sebelum menikah
adalah pilihan. Sedangkan menikahi seseorang –yang dicintai atau belum-
adalah keputusan. Keputusan amat penting karena akan dijalani sepanjang
hidup. Pun, ketika ada pintu cerai yang berarti mundur dari keputusan
awal tuk menikahi, maka hal itu menjadi pintu halal yang amat dibenci
Allah SWT.
Lelaki tampan dan kaya itu dengan gagah
memasuki kamar pengantinnya. Di dalamnya, sang istri yang baru
dinikahinya tengah menunggu malu-malu. Lepas mengetuk pintu dan mengucap
salam, terdengarlah jawaban merdu dan ucapan mempersilakan masuk.
Ada getar yang tak tergambar. Ada rasa
penasaran yang sama sekali tak terlukiskan sebelumnya. Barangkali, momen
gemuruhnya rasa kala itu dirasakan oleh semua orang yang pernah
menikah, apalagi mereka yang menikah di jalan dakwah.
Pasalnya, sebagaimana pasangan dakwah
lainnya, lelaki itu bahkan belum pernah melihat sosok istrinya secara
jelas. Hanya sepintas ketika melirik dalam taaruf tempo hari. Baru pada
malam itu jelaslah semuanya.
Lepas disibaknya tirai kamar pengantin,
lelaki itu sempat mundur dalam hitungan mili detik. Kaget. Sosok yang
dinikahinya adalah wanita gendut, hitam dan sama sekali tak cantik jika
menyebut jelek adalah sebuah bentuk pelecehan.
Seperti membaca raut muka suaminya,
wanita yang telah sah menjadi istri itu justru berujar, agak
mengagetkan, “Ini harta dan kekayaanku,” lanjutnya, “ambillah.
Manfaatkan untuk dakwah.” Belum apa-apa, pembicaraan kedua pasangan itu
sudah menyangkut harta dan dakwah.
Belum sempat membalas, sang istri sudah
melanjutkan, “Aku hanya membutuhkan status pernah menikah,” katanya.
Tanpa aling-aling, ia meneruskan, “Pergilah dan sejak sekarang kau boleh
langsung menikah dengan wanita lain,” pungkasnya diakhiri dengan helaan
nafas panjang yang sempat tertahan beberapa saat sebelumnya.
Cepat menguasai suasana, lelaki kaya nan
tampan itu segera mengambil posisi duduk di samping wanita yang telah
menjadi pendamping hidupnya itu. Seraya menggenggam tangan sang istri,
disertai tatapan dalam ke mata dan hati wanita halalnya itu, sang suami
memulai, agak serak, “Setelah ucapan akad nan mengharukan tadi,” maka,
lanjutnya, “Aku telah mengambil keputusan untuk menikahimu.” Masih
dengan suasana yang sama, lelaki itu mengatakan seraya memungkasi,
“Karenanya, aku akan mencintai setulus hatiku karena Allah Swt
sebagaimana niatku saat memulai menjalin komunikasi dengamu sebelum
menikah.”
Sahabat, ini bukan drama. Bukan pula
novel atau cerita fiksi lainnya. Kisah ini fakta adanya. Bahkan, lepas
pernikahan dan dialog ‘sengit’ malam itu, keluarga kecil mereka dipenuhi
bunga ceria dan semangat untuk berdakwah yang semakin menyala.
Dalam perjalanan masa, ketika usia
pernikahan keduanya bertambah dan hadirah banyak anak-anak sebagai salah
satu bukti cinta keduanya, orang-orang saling bertanya, apa yang
menjadi sebabnya? Mengapa laki-laki tampan dan kaya itu mau dan mampu
bertahan lama dengan istrinya yang hitam, gemuk dan (maaf) jelek?
Lalu meluncurlah jawaban nan tulus dari
sosok suami yang baik hati itu, “Setelah malam itu, dia melakukan
kerja-kerja cinta melebihi apa yang kuharapkan,” ujarnya memuji sang
istri. “Karena pesona akhlak itulah,” lanjutnya, “hal-hal fisik sama
sekali tak menarik perhatianku.” Belum usai, lelaki ini memungkasi,
“Kebaikan budinya membuatnya jauh lebih cantik dibanding urusan wajah,
dan sejenisnya.”
No comments:
Post a Comment