SAUDARAKU ...
Manusia dalam hidupnya tidak bisa lepas dari orang lain. Bergaul menjadi fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus menjalin hubungan dengan sesamanya. Kehadiran orang lain adalah suatu keharusan karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Menyadari hal di atas, dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, manusia harus menjunjung tinggi prinsip simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan). Dan hubungan yang semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Bukan hanya untuk tujuan tetentu yang hanya menguntungkan diri sendiri. Karena bila demikian, ikatan tersebut tidakakan kekal. Persahabatan itu akan hilang seiring tergapainya tujuan yang diinginkannya. Sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, “Sesungguhnya siapa saja yang senang kepadamu karena adanya keinginan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.
Saudaraku,
Nabi Muhammad SAW pernah mengibaratkan ikatan persahabatan antar dua orang muslim dengan kedua belah tangan. Beliau tidak memakai perumpamaan lain karena jalinan hubungan antar kedua tangan sangat cocok untuk dijadikan, ibarat dalam menjalani hubungan sesama manusia. Kita bisa melihat bagaimana kedua belah tangan saling membantu satu sama lain dalam usaha menggapai tujuan. Keduanya bersatu padu dalam mewujudkan tujuan. Keduanya melebur menjadi satu untuk mencapai tujuan yang sama.
Demikian juga jalinan persahabatan manusia akan lebih indah seandainya dilandasi dengan semangat kerjasama sebagaimana kedua belah tangan. Mereka senantiasa saling bahu-membahu untuk mencapai bersama. Menanggung bersama setiap kesedihan yang menimpa. Dan setiap kebahagiaan akan selalu dinikmati bersama. Dalam situasi dan kondisi apapun jalinan kerjasama terus berlanjut. Saling membantu saat dibutuhkan walau tanpa diminta serta saling menjaga rahasia dan aib. Bersabda, “Paling utamanya amal baik ialah memberi kegembiraan kepada saudaramu yang beriman”. (HR. Ibnu Abi Dunya).
Saudaraku,
Selain itu, seseorang dalam bergaul juga dituntut untuk selalu menampakkan wajah ceria. Mengucapkan salam jika bertemu. Memaafkan bila terjadi kekeliruan. Saling memberi nasihat. Sama-sama mendo’akan karena do’a seseorang untuk temannya mudah terkabulkan. (HR. Muslim). Dan yang paling sulit adalah saling mengorbankan harta benda yang dimilki. Imam Al-Ghazaali membagi 3 jenis sikap manusia dalam memberikan pengorbanan terhadap orang lain. Pertama, memposisikan teman sebagaimana hamba sahaya atau budak.
Dalam arti selalu memenuhi kebutuhannya meskipun tanpa diminta. Kedua, memposisikannya seperti diri sendiri. Sehingga apa yang dimilki rela untuk digunakan bersama. Ketiga, tingkatan tertinggi dalam pengorbanan. Yaitu selalu mengutamakan kepentingannya dari pada kepentingan sendiri.
Indahnya persahabatan antar orang mukmin sehingga bisa menumbuhkan rasa persaudaraan yang kokoh dapat kita baca pada kisah sahabat Muhajirin dan Anshor. Terutama kisah antara Sa’ad bin Rabi’ dengan Abdurrahman bin ‘Auf. “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya,” ucap Sa’ad kepada Abdurrahman untuk membantu memringankan Abdurrhman. “Silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah.”
Saudaraku,
Bahkan Sa’ad bin Rabi’ menambah penawarannya, “Akupun mempunyai dua orang istri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatianmu, akan kuceraikan ia hingga engkau dapat memperistrinya”.
Saudaraku,
Dari kisah di atas, kita bisa membaca betapa kuatnya ikatan persahabatan dan rasa persaudaraan antar sahabat Anshar dan Muhajirin. Sebuah ikatan yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan. Ikatan yang betul-betul karena untuk meraih ridha Allah SWT. Bukan karena untuk maksud tertentu.
:: Semoga Bermanfaat :) ::
Manusia dalam hidupnya tidak bisa lepas dari orang lain. Bergaul menjadi fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus menjalin hubungan dengan sesamanya. Kehadiran orang lain adalah suatu keharusan karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Menyadari hal di atas, dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, manusia harus menjunjung tinggi prinsip simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan). Dan hubungan yang semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Bukan hanya untuk tujuan tetentu yang hanya menguntungkan diri sendiri. Karena bila demikian, ikatan tersebut tidakakan kekal. Persahabatan itu akan hilang seiring tergapainya tujuan yang diinginkannya. Sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, “Sesungguhnya siapa saja yang senang kepadamu karena adanya keinginan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.
Saudaraku,
Nabi Muhammad SAW pernah mengibaratkan ikatan persahabatan antar dua orang muslim dengan kedua belah tangan. Beliau tidak memakai perumpamaan lain karena jalinan hubungan antar kedua tangan sangat cocok untuk dijadikan, ibarat dalam menjalani hubungan sesama manusia. Kita bisa melihat bagaimana kedua belah tangan saling membantu satu sama lain dalam usaha menggapai tujuan. Keduanya bersatu padu dalam mewujudkan tujuan. Keduanya melebur menjadi satu untuk mencapai tujuan yang sama.
Demikian juga jalinan persahabatan manusia akan lebih indah seandainya dilandasi dengan semangat kerjasama sebagaimana kedua belah tangan. Mereka senantiasa saling bahu-membahu untuk mencapai bersama. Menanggung bersama setiap kesedihan yang menimpa. Dan setiap kebahagiaan akan selalu dinikmati bersama. Dalam situasi dan kondisi apapun jalinan kerjasama terus berlanjut. Saling membantu saat dibutuhkan walau tanpa diminta serta saling menjaga rahasia dan aib. Bersabda, “Paling utamanya amal baik ialah memberi kegembiraan kepada saudaramu yang beriman”. (HR. Ibnu Abi Dunya).
Saudaraku,
Selain itu, seseorang dalam bergaul juga dituntut untuk selalu menampakkan wajah ceria. Mengucapkan salam jika bertemu. Memaafkan bila terjadi kekeliruan. Saling memberi nasihat. Sama-sama mendo’akan karena do’a seseorang untuk temannya mudah terkabulkan. (HR. Muslim). Dan yang paling sulit adalah saling mengorbankan harta benda yang dimilki. Imam Al-Ghazaali membagi 3 jenis sikap manusia dalam memberikan pengorbanan terhadap orang lain. Pertama, memposisikan teman sebagaimana hamba sahaya atau budak.
Dalam arti selalu memenuhi kebutuhannya meskipun tanpa diminta. Kedua, memposisikannya seperti diri sendiri. Sehingga apa yang dimilki rela untuk digunakan bersama. Ketiga, tingkatan tertinggi dalam pengorbanan. Yaitu selalu mengutamakan kepentingannya dari pada kepentingan sendiri.
Indahnya persahabatan antar orang mukmin sehingga bisa menumbuhkan rasa persaudaraan yang kokoh dapat kita baca pada kisah sahabat Muhajirin dan Anshor. Terutama kisah antara Sa’ad bin Rabi’ dengan Abdurrahman bin ‘Auf. “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya,” ucap Sa’ad kepada Abdurrahman untuk membantu memringankan Abdurrhman. “Silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah.”
Saudaraku,
Bahkan Sa’ad bin Rabi’ menambah penawarannya, “Akupun mempunyai dua orang istri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatianmu, akan kuceraikan ia hingga engkau dapat memperistrinya”.
Saudaraku,
Dari kisah di atas, kita bisa membaca betapa kuatnya ikatan persahabatan dan rasa persaudaraan antar sahabat Anshar dan Muhajirin. Sebuah ikatan yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan. Ikatan yang betul-betul karena untuk meraih ridha Allah SWT. Bukan karena untuk maksud tertentu.
:: Semoga Bermanfaat :) ::
No comments:
Post a Comment