Oleh : Ummu Shofi
Pagi hari, seperti biasa aku
mengawali kegiatan dengan bebenah rumah. Cuci piring, menyapu lantai,
cuci pakaian dan setumpuk pekerjaan rutin lainnya. Untuk menemaniku
bekerja, kuambil sekeping kaset nasyid anak-anak, kumasukkan ke dalam
tape recorder yang sudah butut, dan... klik:
Ajarilah, aku ya Allah
Mengenali, karunia-Mu
Begitu banyak yang, Kau beri
Begitu sedikit yang, kusadari
Ajarilah, aku ya Allah
Berterima kasih, pada-Mu
Supaya aku dapat slalu
Mensyukuri nikmat-Mu
Sayup-sayup kudengar alunan sebuah
lagu, mengalun merdu dari bibir-bibir mungil anak-anak yang kira-kira
masih berusia balita. Hatikupun bergetar, air mata menetes membasahi
pipi, menyadari betapa pelitnya diri ini mengucap syukur atas segala
karunia yang telah dilimpahkan oleh-Nya. Serta-merta, bibir ini
berucap,"astaghfirullahal 'adziim" seraya menghapus air mata. Sejurus
kemudian hati ini berbicara, mencoba mengurai satu-persatu nikmat yang
telah terkecap.
Di pagi yang cerah, ketika sinar
mentari menghangati tubuh, sungguh ada sebuah nikmat yang begitu indah
terasa. Lalu, ketika kupandangi tubuh ini satu demi satu masih tetap
utuh seperti sedia kala, mata yang mampu melihat dengan sempurna, tangan
yang mampu memegang dan mengerjakan berbagai aktivitas, kaki yang bisa
melangkah, kulit yang mampu merasakan sentuhan angin yang lembut, dan
hidung yang mampu menghirup udara segar. Sungguh, inipun merupakan
nikmat yang begitu besar. Semakin lama kucoba mengurainya, semakin
banyak nikmat yang kurasa.
Demikian banyak, dan teramat
banyak hingga aku tak mampu menghitung satu persatu, karena memang tak
terhingga jumlahnya. Persis seperti yang Allah kabarkan dalam
firman-Nya: "Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu,
sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim:31) Astaghfirullahal 'adziim, lidahkupun menjadi kelu, tak sanggup lebih banyak berucap.
Segalanya Allah anugerahkan kepada
diri ini dengan cuma-cuma. Tak serupiahpun Allah menetapkan tarifnya,
tak secuilpun Allah mengharap imbalannya. Namun mengapakah aku tak
pandai bersyukur? Padahal Allah SWT berjanji : "...la in syakartum la
aziidannakum, wala in kafartum inna 'adzaabi lasyadiid (Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih)".
Dan janji Allah selalu benar adanya, tak pernah salah dan tak pernah lupa.
Akupun mencoba merenung, apakah
gerangan yang membuat diri ini tak pandai bersyukur? Dalam pandangan
masyarakat umum yang kufahami selama ini, segala sesuatu dianggap sebuah
nikmat adalah ketika kita memperoleh sesuatu yang menyenangkan. Harta
yang banyak, rumah yang indah, teman yang selalu setuju dan menyokong
pendapat kita, sehingga kita dapat memenuhi segala keinginan yang ada
dengan segala fasilitas yang mudah didapat tanpa harus bersusah payah
bekerja.
Seringkali pula kita tidak
menyadari bahwa, mata yang mampu melihat secara sempurna ini adalah
nikmat, tangan yang mampu memegang dan melakukan segala aktivitas adalah
nikmat, kaki yang mampu melangkah adalah nikmat, kesehatan kita adalah
nikmat, oksigen yang melimpah ruah dan bebas kita hirup adalah nikmat,
hidayah Islam yang mengalir dalam diri kita ini adalah nikmat yang
teramat mahal harganya, kasih sayang orang tua yang mampu mengalahkan
segalanya demi membimbing dan membesarkan kita adalah nikmat, dan entah
berapa banyak kenikmatan yang lain yang tidak kita sadari. Padahal,
kenikmatan yang Allah karuniakan kepada kita tak terhingga banyaknya.
Masya Allah, astaghfirullahal 'adziim, semoga Allah berkenan mengampuni
kita dan membimbing kita menjadi hamba-hamba yang pandai bersyukur.
Berikutnya, seringkali kita merasa
iri dengan kesenangan/kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain. Ketika
kita melihat orang lain bahagia, bukannya kita ikut bersyukur atas
kebahagiaannya. Sebaliknya, kita justru mencibirkan bibir dan menuduh
yang tidak-tidak. Membuat berbagai analisa, darimanakah gerangan mereka
memperoleh kesenangan. Berprasangka buruk dan menyebarkan bermacam
berita, sehingga perilaku tersebut. Menjauhkan diri kita dari rasa
syukur kepada Allah. Astaghfirullah wa na'udzubillahi min dzaalik.
Tak jarang pula, dalam diri kita
terjangkit penyakit "wahn (terlalu cinta dunia, dan takut mati)", hanya
kesenangan dan kesenangan yang ingin kita raih, tak sedikitpun ingin
merasakan sebuah penderitaan. Sehingga ketika Allah berkenan memberikan
sebuah cobaan, diri kita tak sanggup menanggung. Merasa diri menjadi
orang yang paling sengsara di dunia, dan bahkan ada yang sampai berani
menghujat dan menghakimi Allah sebagai penguasa yang tidak adil.
Na'udzubillaahi min dzaalik, astaghfirullahal'adziim.
Disisi lain, Allah jua yang berkenan menciptakan kita sebagai makhluk yang senang berkeluh kesah. "Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir.”(QS. Al Maariij: 19-21). Bila sifat ini tidak kita kelola
dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan bila pada akhirnya diri ini
tumbuh menjadi makhluk yang tak pernah mampu bersyukur.
Karenanya, amat baiklah sekiranya
kita mampu melatih diri, mensyukuri apa saja yang ada pada diri kita.
Apapun yang Allah berikan kepada kita, haruslah kita yakini bahwa itulah
pilihan terbaik yang Allah kehendaki. Tak perlu iri dan dengki terhadap
nikmat orang lain, hingga kita mampu menjadi seorang mu'min seperti
yang digambarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW: "Amat mengherankan
terhadap urusan mu'min, seandainya baik hal itu tidak terdapat kecuali
pada orang mu'min. Bila ditimpa musibah ia bersabar, dan bila diberi
nikmat ia bersyukur" (HR. Muslim).
Terakhir, marilah senantiasa
mengamalkan do'a Nabi Sulaiman as. dalam kehidupan kita. Agar kita
senantiasa terbimbing, memperoleh ilham dari Allah SWT, sehingga kita
menjadi makhluk yang pandai bersyukur pada-Nya.
"Robbi awzi'nii an asykuroo
ni'matakallatii an'amta 'alayya wa'alaa waalidayya wa an a'mala
shoolihan tardhoohu wa ad khilnaa birohmatika fii
'ibaadikashshoolihiin".
“Ya Robb kami, berilah aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal
shaleh yang Engkau ridhoi; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (QS. An Naml : 19). Aamiin.
Wallaahu a'lam bishshowwab.
No comments:
Post a Comment